1. PENDAHULUAN
Peningkatan produksi dengan masukan bahan
kimia yang rendah, seperti pemupukan, sangat diperlukan karena sejak tahun 1980
kegiatan pertanian untuk produksi pangan yang tidak terkontrol menjadi penyebab
pencemaran lingkungan [4]. Sebagai
contoh aplikasi pupuk nitrogen dan fosfor yang berlebihan menjadi penyebab
terjadinya pemanasan global dan hujan asam.
Salah satu masalah utama yang dihadapi bagi kehidupan manusia adalah
pencemaran air tanah oleh nitrogen nitrat.
Pertanian Presisi (precision farming/PF) merupakan informasi dan teknologi pada sistem
pengelolaan pertanian untuk mengidentifikasi, menganalisa, dan mengelola
informasi keragaman spasial dan temporal di dalam lahan untuk mendapatkan
keuntungan optimum, berkelanjutan, dan menjaga lingkungan. Tujuan dari PF adalah mencocokkan aplikasi sumber daya dan kegiatan budidaya
pertanian dengan kondisi tanah dan keperluan tanaman berdasarkan karakteristik
spesifik lokasi di dalam lahan [3]. Hal
tersebut berpotensi diperolehnya hasil yang lebih besar dengan tingkat masukan
yang sama (pupuk, kapur, herbisida, insektisida, fungisida, bibit), hasil yang
sama dengan pengurangan input, atau hasil lebih besar dengan pengurangan
masukan dibanding sistem produksi pertanian yang lain. PF mempunyai banyak tantangan sebagai sistem produksi tanaman
sehingga memerlukan banyak teknologi yang harus dikembangkan agar dapat
diadopsi oleh petani. PF merupakan revolusi dalam pengelolaan
sumber daya alam berbasis teknologi informasi.
PF sebagai teknologi baru yang sudah demikian berkembang di luar
Indonesia perlu segera dimulai penelitiannya di Indonesia untuk memungkinkan
perlakuan yang lebih teliti terhadap setiap bagian lahan sehingga dapat
meningkatkan produktivitas dengan meningkatkan hasil, menekan biaya produksi
dan mengurangi dampak lingkungan. Maksud
tersebut dapat dicapai dengan PF
melalui kegiatan pembuatan peta hasil (yield
map), peta tanah (soil map), peta
pertumbuhan (growth map), peta
informasi lahan (field information map),
penentuan laju aplikasi (variable rate
application), pembuatan yield sensor,
pembuatan variable rate applicator,
dan lain-lain. Penggabungan peta hasil, peta tanah, peta pertumbuhan
tanaman menghasilkan peta informasi lahan (field
information map) sebagai dasar perlakuan yang sesuai dengan kebutuhan
spesifik lokasi yaitu dengan diperolehnya variable
rate application. Pelaksanaan
kegiatan ini akan lebih cepat dan akurat apabila sudah tersedia variable rate applicator.
Sebagai awal dari pengkajian PF di Indonesia, penelitian ini belum
sampai pada pembuatan perangkat keras seperti yield sensor, remote sensor,
variable rate applicator, dan
lain-lain. Di samping itu penelitian tidak dilakukan pada semua bagian kegiatan
budidaya dan jenis tanaman. Penelitian ini dilakukan pada kegiatan pemupukan
dan jenis tanaman tebu.
2.
TUJUAN
Tujuan dari aplikasi sistem informasi
geografis dalam pertanian presisi adalah mempermudah dan mempercepat pengolahan
dan penampilan data sebagai bagian dari sistem pendukung keputusan yang
dibangun untuk strategi pemupukan pada budidaya tebu dengan pendekatan pertanian presisi.
3.
SISTEM
INFORMASI GEOGRAFIS DALAM PERTANIAN PRESISI
Pemakaian PF dalam praktek
memerlukan pendekatan sistem terintegrasi yang baik yang mengkombinasikan
teknologi keras (hard technology) dan sistem lunak (soft systems)
seperti disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Interaksi dalam Pertanian Presisi [1]
Pelaksanaan PF merupakan
suatu siklus yang berkesinambungan dari tahap perencanaan (planning season),
tahap pertumbuhan (growing season), dan tahap pemanenan (harvesting
season) seperti disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2 Siklus proses dalam pertanian presisi [2]
Pada saat ini banyak produsen
tanaman menerapkan site-specific crop management (SSCM). Pemantauan hasil secara elektronis (electronic
yield monitoring) seringkali menjadi tahap pertama dalam mengembangkan SSCM
atau program PF. Data hasil
tanaman yang presisi dapat digabungkan dengan data tanah dan lingkungan untuk
memulai pelaksanaan pengembangan sistem pengelolaan tanaman secara presisi (precision
crop management system).
Menurut [5], komponen teknologi
dari PF adalah : (1) global positioning system (GPS), (2) yield
monitoring, (3) digital soil fertility mapping, (4) crop scouting
, dan (5) variable rate application
(VRA).
PF diprediksi pada geo-referencing,
yaitu penandaan koordinat geografi untuk titik-titik pada permukaan bumi. Dengan global postioning system (GPS)
dimungkinkan menandai koordinat geografi untuk beberapa objek atau titik dalam
5 cm, walaupun keakuratan dari aplikasi pertanian kisaran umumnya adalah 1
sampai 3 meter. GPS adalah sistem
navigasi berdasarkan satelit yang dibuat dan dioperasikan oleh Departemen
Pertahanan Amerika Serikat. GPS telah
terbukti menjadi pilihan
dalam postioning system untuk PF. Metode untuk meningkatkan keakuratan
pengukuran posisi disebut koreksi diferensial atau DGPS (differential
global postiong system). Perangkat
keras yang diperlukan adalah GPS receiver, differential correction
signal receiver, GPS antenna, differential correction antenna,
dan computer/monitor interface.
1.
PEMODELAN
Kerangka pendekatan PF dalam
pemupukan N, P, dan K pada budidaya tebu yang diteliti disajikan pada Gambar
3. Selanjutnya hal tersebut dikemas
dalam suatu Sistem Pendukung Keputusan agar pengambilan keputusan dapat
efektif, yang mana di dalamnya terdapat Sistem Informasi Geografis. Konfigurasi
Sistem Pendukung Keputusan untuk pendekatan PF dalam pemupukan N, P, dan K pada budidaya tebu disajikan pada
Gambar 4.
Gambar 3. Kerangka pendekatan pertanian presisi dalam
pemupukan pada
budidaya tebu
Gambar 4 Konfigurasi Sistem Pendukung Keputusan
untuk pendekatan pertanian presisi dalam
pemupukan pada budidaya
tebu.
1. TATA LAKSANA PENELITIAN
Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April 2002 – Juli 2003 di
perkebunan tebu PT Gula Putih Mataram, Wilayah Mataram Udik, Kecamatan
Seputih Mataram, Kabupaten Lampung Tengah, Propinsi Lampung. Pada penelitian
ini tidak dilakukan pembuatan yield
sensor dan variable rate applicator. Data hasil (yield) diperoleh dari pemanenan tebu secara manual. Aplikasi pupuk dilakukan secara manual.
Beberapa petak digunakan untuk
lokasi plot-plot percobaan. Selanjutnya dilakukan pembuatan sel-sel di
dalam plot (grid cell plotting) dan
pemetaan plot percobaan Pembuatan peta tidak berdasarkan geo-referencing dengan global
positioning system (GPS) tetapi
dengan pemetaan secara konvensional.
Sistem Pendukung Keputusan untuk
Pendekatan Pertanian Presisi dalam Pemupukan N, P, dan K pada Budidaya Tebu yang
dibangun diberi nama STRAFERT-PF.
Program komputer tersebut dibuat dalam bahasa Delphi 7.0. STRAFERT-PF menggunakan empat software untuk mendukung operasionalnya,
yaitu (1) Backpro2N dari Rudiyanto
dan Budi Indra Setiawan, (2) GS+
for Windows dari Gamma Design
Software, (3) Surfer 8 dari Golden Software, dan (4) ArcView 3.3 dari Environmental Systems Research Institute.
ArcView 3.3 digunakan untuk membuat peta spasial
parameter-parameter seperti kandungan
hara tanah N, P, K; kandungan hara daun N, P, K; jumlah anakan tebu, jumlah
daun, tinggi tebu, diameter tebu, persentase gap, kadar air tanah, jumlah tebu
roboh, bobot biomassa tebu, persentase penutupan gulma, bobot tebu, bobot nira,
nilai Brix, nilai Pol, nilai Purity, rendemen, dan taksasi tebu. Peta dari lahan yang menjadi
cakupan penelitian ini didigitasi dengan ArcView
3.3 dan parameter-parameter pengamatan dimasukkan sebagai atribut peta
tersebut. Peta spasial hasil penelitian
ini juga untuk menunjukkan kekurangan dan kelebihan pupuk serta dosis aplikasi
pupuk yang dibutuhkan.
2.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tampilan awal dan menu utama dari Sistem Pendukung
Keputusan yang telah dibuat (STRAFERT-PF) masing-masing dapat dilihat pada
Gambar 5 dan 6.
Pada menu utama dapat diakses
Model Spasial untuk membuat peta spasial dengan menggunakan piranti lunak ArcView 3.3.
Pada penelitian ini, data dosis
pupuk, populasi tebu, taksasi, dan kelebihan/kekurangan pupuk pada peta spasial
tidak berdasarkan perhitungan dengan ArcView
3.3, tetapi data tersebut berdasarkan perhitungan yang sudah dilakukan
sebelumnya dan kemudian baru dimasukkan sebagai atribut. Oleh karena itu untuk menunjang efisiensi dan
efektivitas sistem maka perlu perbaikan model spasial.
Selain itu pada penelitian ini
pemetaan dilakukan secara konvensional, maka untuk efisiensi dan efektivitas
sistem perlu penggunaan GPS pada pemetaan objek.
1. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Aplikasi Sistem Informasi
Geografis dalam pertanian presisi pada kegiatan pemupukan di perkebunan tebu
dapat mempermudah dan mempercepat pengolahan dan penampilan data sebagai bagian
dari sistem pendukung keputusan untuk strategi pemupukan pada budidaya tebu
dengan pendekatan pertanian presisi.
7.2 Saran
Untuk peningkatan efisiensi dan efektivitas sistem maka:
- perlu
perbaikan model spasial
- perlu
penggunaan GPS pada pemetaan objek.
APRESIASI
Ucapan terima kasih dan penghargaan disampaikan kepada
-
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen
Pendidikan Nasional Republik Indonesia, yang telah memberikan dana melalui beasiswa
dalam program BPPS.
-
Direksi Sugar
Group Company beserta seluruh staf dan karyawan atas kesempatan serta
dukungan dana, tenaga, maupun fasilitas dalam pelaksanaan penelitian di PT Gula
Putih Mataram.
-
Prof.Dr.Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr., Ir. Atang
Sutandi, M.Si., Ph.D., dan Dr.Ir. Gunawan Sukarso, M.Sc. atas saran dan kritiknya.
-
Sdr. Rudiyanto dan Sdr. Muhammad Nur Hendiyanto
yang telah membantu dalam pemrograman.
-
Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu
persatu, atas dukungan moril maupun materiil.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Blackmore S. (1994). Precision
Farming : an overview. Agricultural Engineer 49(3):86-88.
[2]
Kuhar JE, editor (1997). The
Precision-Farming : Guide for Agriculturist. Illinois: John Deer Publishing.
[3] McBratney
A, Whelan BM. (1995). The potential for site-specific management of
cotton farming systems
Discussion Paper No. 1, Co-operative
Research Center for Sustainable Cotton Production. Australia.
[4] Umeda M, Iida M, and Suguri
M. (1999). Research at laboratory of farm machinery of
KyotoUniversity. ASAE/CSAE-SCGR Annual
International Meeting. Toronto Canada.
[5] Wolf SA,
Wood SD. (1997). Precision farming : environmental legitimation, commodification of
information, and industrial coordination. The Rural Sosiological Society. Rural
Sociology 62(2):180-206